Warung Tengkleng di Pasar Klewer yang Selalu Penuh Pembeli

Semua daerah di Indonesia memiliki sajian kuliner khasnya masing – masing, sehingga beberapa hanya bisa ditemui jika berkunjung ke daerah asalnya. Meski beberapa kuliner khas kemudian diperkenalkan oleh pengusaha kuliner yang membuka gerai warung makan di berbagai daerah. Saat berkunjung ke daerah tertentu untuk kebutuhan konsumsi sering berburu kuliner khasnya. Kebanyakan kuliner khas sama populernya dengan warung yang menjualnya, meski ada banyak penjual sejenis namun cita rasanya berbeda – beda. Kuliner Khas di Warung Makan Populer Pasar Klewer Salah satunya ialah menu Tengkleng yang merupakan kuliner khas Solo, Jawa Tengah, warung penjual kuliner ini ada yang sangat terkenal. Yakni Tengkleng Bu Edi yang merupakan warung tenda di kawasan Pasar Klewer Solo yang sudah terkenal sejak dulu. Sekilas melihat warung makan ini biasanya saja hanya sebuah warung tenda, namun antrian pembelinya cukup mengesankan. Setiap harinya warung tengkleng ini dipenuhi oleh belasan pembeli yang antri untuk dilayani. Menjadi pemandangan yang lumrah ketika mendapati ada pembeli yang bermodalkan pincuk, atau wadah nasi dari daun pisang. Tidak sedikit yang sabar menunggu sambil membawa pincuk sambil berdiri, atau duduk tanpa kursi dan alas di dekat warung Bu Edi tersebut. Keramaian pembelinya tentu memberikan sesuatu yang lain dari pada yang lain dalam olahan tengklengnya. Sebab kalau boleh jujur ada banyak warung yang menjual tengkleng namun belum tentu bisa seramai disini. Menu tengkleng memang menjadi salah satu kuliner kebanggaan warga Solo, olahan daging yang secara fisik mirip gulai ini memang dikenal nikmat. Namun kuah dari tengkleng lebih ringan tidak sekental pada gulai sehingga cukup nyaman saat disantap. Isiannya pun bukanl7fh[ah daging seperti gulai namun berupa potongan tulang kambing yang masih tersisa sedikit daging di dalamnya. Warung tengkleng Bu Edi sudah mulai menetap di Masjid Agung dan Pasar Klewer sejak tahun 1980. Usaha warung tengkleng ini dirintis pertama kali oleh nenek Bu Edi yang saat ini menjadi pemilik sekaligus pengelola warung. Awalnya usaha kuliner ini hanya penjual tengkleng keliling yang dijajakan oleh sang nenek di sekitar kawasan Pasar Klewer. Usaha ini diawali pada tahun 1971 yang setelah sembilan tahun berjualan keliling akhirnya memutuskan untuk menetap. Sejak tahun 1980 warung makan yang dibanjiri puluhan pembeli ini memang berada di lokasi yang sama, tidak pernah berpindah. Salah satu keunggulan menu tengkleng disini ialah penyajiannya yang memakai daun pisang yang dipincuk. Selain keunggulan perpaduan bumbu yang menjadi kunci kelezatannya, pemakaian daun pisang menambah aroma dan cita rasa tengkleng yang dijual. Para pembelinya pun mengaku bahwa dengan menggunakan pincuk semakin terasa nikmat dan praktis disantap. Sebab bisa langsung menyeruput dan menyantap seporsi tengkleng meski tengah berdiri atau duduk manis. Seporsi atau sepincuk tengkleng lengkap dengan nasi dijual dengan harga Rp 25 ribu. Dalam satu hari, Bu Edi mengaku menjual sekitar 300 pincuk tengkleng dengan menggunakan sekitar 60 – 70 ekor kepala kambing. Jam buka warung biasanya tengah hari yakni jam 12 siang, namun pembeli sudah mulai antri beberapa jam sebelumnya. Bu Edi juga mengaku bahwa setiap harinya selalu ditunggu oleh pembeli yang tidak hanya satu atau dua namun belasan orang. Sebagai penerus usaha kuliner turun – temurun beliau mengaku tidak pernah menggunakan bumbu rahasia. Semuanya sesuai dengan resep tengkleng pada umumnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.