Bambu atau dalam bahasa Jawa disebut juga dengan nama pring merupakan tumbuhan yang identik dengan negara China. Namun, tumbuhan yang juga banyak tumbuh di Indonesia ini memiliki alur pertumbuhan tang tercepat karena terdapat sistem rhizoma-dependen unik sehingga tidak heran jika dalam 1 hari, tumbuhan makanan panda ini dapat tumbuh hingga 24” atau 60 cm. Alhasil, tumbuhan yang dapat juga digunakan sebagai pagar rumah ini, digunakan sebagai bahan bangunan.Akan tetapi, biasanya bambu yang sudah selesai digunakan, sisanya akan dibuang atau menjadi salah satu bahan bakar untuk memasak lantaran harga jual yang murah. Namun, di tangan seorang alumnus dari jurusan Desain ITB (Institute Teknologi Bogor) yang bernama Singgih Susilo, bambu dirancang dan dibuat menjadi sesuatu yang bernilai tinggi sehingga dapat menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan.Menurut Singgih, Bambu dapat bernilai jual tinggi jika ditangani di tangan orang yang tepat. Hasil dari olahan limbah bambu tersebut dapat dijual di beberapa tempat misalnya di pasar seni seperti yang ada di Pasar Papringan. Pasar yang berada di bawah rerimbunan bambu tersebut memiliki luas hingga 1.000 m2 dan digunakan tidak hanya untuk menjual berbagai macam produk seperti makanan, minuman, kerajinan dan souvenir namun juga digunakan untuk tempat pementasan seni seperti musik.Hal yang unik di pasar ini adalah, jika kamu biasanya menggunakan uang resmi atau rupiah, entah dalam bentuk koin atau kertas, untuk membeli suatu barang, namun di tempat ini, Anda tidak menggunakan mata uang Rupiah. Uang yang kamu miliki, dalam bentuk rupiah, akan ditukarkan terlebih dahulu di stan yang ada di depan dan tengah pasar, karena di tempat ini menggunakan mata uang yang berbentuk potongan bambu.Terdapat 2 jenis bentuk mata uang yaitu bulat dan kotak. Untuk bentuk bulat dan terdapat tulisan ’50 pring’ artinya nilai tersebut sebanding dengan Rp 5000. Jika berbentuk kotak dan terdapat tulisan 1 pring, artinya 1 pring sebanding dengan harga Rp 1000. Mata uang ‘pring’ tersebut dipapah halus dengan menggunakan bahan dasar bambu sehingga tidak melukai tangan.Dari mata uang ‘pring’ tersebut, Kamu dapat membeli berbagai macam souvenir dan kerajinan tangan yang di jual di pasar seni ini. beberapa kerajinan tangan tersebut yaitu tas bambu dan keranjang bambu. Uniknya, pasar yang hanya dibuka setiap hari Minggu Wage atau setiap 36 bulan sekali yang berada di Temanggung, Jawa Tengah ini, baru 3 kali diselenggarakan namun sudah ramai pengunjung terutama yang berasal dari luar kota.Tidak hanya dimanfaatkan oleh Singgih, namun bambu seperti bambu yang berada di Dusun Kelingan yang dijaga dengan baik, digunakan juga oleh Burhanudin yang berasal dari Kashmir, India. Pria yang menjadi alumnus dari NID atau National Institute of Desain, Gujarat, India, mengembangkan bambu dari Dusun Kelingan sejak Februari 2016. Hasilnya, Burhanudin mampu untuk membuat keranjang bambu yang dipadukan dengan batik kelingan.Design dari bambu yang diproduksi oleh Singgih, tidak hanya menarik perhatian di Indonesia namun juga di Malaysia, Thailand, Jepang dan dilihat juga oleh wisatawan asal Amerika Serikat. Salah satu hasil kreasi dari Singgih adalah kursi redesign dan menjadi ikon dari perusahaan Santai Furniture, Jerman. Menurut Singgih, kursi yang berbahan jati yang dihargai Rp 7 juta tersebut, digunakan ketika festival buku yang diselenggarakan di Frankurt, Jerman. Singgih berharap jika pemerintah mampu memberikan perlindungan agar warga desa kreatif lewat seperangkat aturan.
- Home
- Hasil Limbah Bambu Primadona Para Bule